PENGARUH
ETIKA, KOMPETENSI, PENGALAMAN AUDIT DAN RISIKO
AUDIT
TERHADAP SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR DAN
KETEPATAN
PEMBERIAN OPINI AKUNTAN PUBLIK
MUHAMMAD SANTIKO
10220087
FAKULTAS EKONOMI AKUNTANSI
UNIVERSITAS JANABADRA
YOGYAKARTA 2012/2013
ABSTRAK.
Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui factor etika, kompetensi, pengalaman audit dan risiko
audit berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor yang pada gilirannya
berpengaruh terhadap pemberian opini akuntan publik. Penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan metode survai terhadap akuntan publik di Indonesia yang
sudah berhak menandatangani laporan akuntan, dengan tipe penelitian deskriptif
verifikatif (causal). Analisis data dilakukan dengan model persamaan struktural
(Struktural Equation Modeling). Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana etika, kompetensi, pengalaman audit terdahulu, risiko audit dan
skeptisisme profesional auditor berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini
akuntan publik baik secara parsial maupun secara simultan. Hasil pengujian
hipotesis menunjukkan bahwa etika, kompetensi, pengalaman audit, risiko audit
dan skeptisisme professional auditor secara parsial maupun simultan berpengaruh
positif terhadap ketepatan pemberian opini akuntan.
Kata
kunci : etika,
kompetensi, pengalaman audit, risiko audit, skeptisisme profesional
auditor,opini akuntan.
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang masalah
Auditing didefinisikan sebagai proses sistematis
untuk secara objektif mendapatkan
dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan-kegiatan dan
kejadian-kejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi
tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya
kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Konrath, 2005).
Tujuan dari proses auditing ini adalah menghasilkan
laporan audit. Dari laporan audit inilah auditor akan menyampaikan pernyataan atau pendapatnya
kepada para pemakai laporan keuangan, sehingga bisa dijadikan acuan bagi pemakai
laporan keuangan dalam membaca sebuah laporan keuangan.
Pemberian opini akuntan yang sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan
dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) sangat penting agar hasil audit
tidak menyesatkan para penggunanya. Pemberian opini akuntan harus didukung oleh
bukti audit kompeten yang cukup, dimana dalam mengumpulkan bukti audit, auditor
harus senantiasa menggunakan skeptisisme profesionalnya yaitu sikap yang
mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara
kritis terhadap bukti audit (SPAP 2001; SA, seksi 230) agar diperoleh
bukti-bukti yang meyakinkan sebagai dasar dalam pemberian opini akuntan.
Sehubungan
dengan hal tersebut penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor
apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat skeptisisme profesional auditor dan
selanjutnya sejauh mana pengaruhnya terhadap ketepatan pemberian opini akuntan
publik dalam audit laporan keuangan perusahaan pada KAP di Indonesia. standar auditing tersebut
mensyaratkan agar auditor memiliki sikap skeptisisme profesional dalam
mengevaluasi dan mengumpulkan bukti audit terutama yang terkait
dengan penugasan mendeteksi kecurangan. Meskipun demikian, dalam kenyataannya
seringkali auditor tidak memiliki skeptisisme profesional dalam melakukan proses
audit. Penelitian Beasley (2001) dalam Herusetya (2007) yang didasarkan pada
AAERs (Accounting and Auditing Releases), selama 11 periode (Januari 1987
–Desember 1997) menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan auditor dalam
mendeteksi laporan keuangan adalah rendahnya tingkat skeptisisme profesional
audit. Penelitian tersebut menemukan 45 kasus kecurangan dalam laporan
keuangan, 24 kasus (60%) diantaranya terjadi karena auditor tidak menerapkan
tingkat skeptisisme profesional yang memadai. Hal ini membuktikan bahwa skeptisisme
profesional harus dimiliki dan diterapkan oleh auditor sebagai profesi yang bertanggungjawab atas
opini yang diberikan pada laporan keuangan.
Pengalaman
audit ditunjukkan dengan jumlah penugasan audit yang pernah dilakukan.
Pengalaman seorang auditor menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi skeptisisme
profesional auditor karena auditor yang lebih berpengalaman dapat mendeteksi adanya kecurangan-kecurangan pada laporan keuangan. Auditor berpengalaman
lebih skeptis dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman (Ansah,
2002). Pengalaman yang dimaksudkan disini adalah pengalaman auditor dalam
melakukan pemeriksaan laporan keuangan. Semakin tinggi pengalaman yang dimiliki
oleh auditor maka semakin tinggi pula skeptisisme profesional auditornya (Gusti
dan Ali, 2008).
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas rumusan
masalah yang timbul sebagai berikut :
·
apakah
ada hubungan skeptisisme profesional auditor dengan ketepatan pemberian opini
auditor oleh akuntan public ?
·
adakah pengaruh situasi audit, etika, pengalaman, dan keahlian audit dalam ketepatan pemberian opini auditor oleh
akuntan public
?
·
Sejauh mana pengaruh etika, kompetensi,
pengalaman audit dan risiko audit
secara parsial maupun secara simultan
terhadap skeptisisme professional auditor ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
·
Untuk mengetahui hubungan skeptisisme profesional auditor
dengan ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan public.
·
Untuk mengetahui pengaruh situasi audit, etika, pengalaman, dan
keahlian audit dalam ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan public.
·
Untuk mengetahui pengaruh etika,
kompetensi, pengalaman audit dan risiko audit secara parsial maupun secara
simultan terhadap skeptisisme professional auditor.
D.
Telaah pustaka
Teori Disonansi Kognitif
Hipotesis dasar dari teori disonansi
kognitif yaitu bahwa adanya disonansi akan menimbulkan ketidak nyamanan
psikologis, hal ini akan memotivasi seseorang untuk mengurangi disonansi
tersebut dan mencapai konsonansi. Festinger (1957) dalam Agung
(2007). Teori disonansi kognitif dalam penelitian ini
digunakan untuk menjelaskan pengaruh interaksi antara skeptisisme profesional
auditor dan faktor-faktor yang mempengaruhinya terhadap ketepatan pemberian
opini auditor. Persyaratan profesional auditor memiliki sikap skeptisisme
profesional, sehingga dapat mengumpulkan bukti audit yang memadai dan tidak
dengan mudah menerima penjelasan dari klien sebagai dasar untuk memberi opini
audit yang tepat dalam laporan keuangan.
Disonansi
kognitif terjadi apabila auditor mempunyai kepercayaan tinggi terhadap klien,
sehingga menyebabkan sikap skeptisisme profesionalnya berada pada tingkat
rendah, padahal standar profesional akuntan publik menghendaki agar auditor
bersikap skeptis. Kejadian situasional seperti ditemukannya adanya kecurangan
pada laporan keuangan atau situasi seperti masalah komunikasi antara auditor
lama dengan auditor baru yang mengaudit suatu perusahaan juga akan berpengaruh
terhadap opini yang diberikan pada perusahaan tersebut.
Skeptisisme Profesional Auditor
Pemberian opini auditor atas laporan
keuangan, dipengaruhi oleh sikap profesional auditor yang harus selalu
mempertanyakan bukti-bukti audit serta tidak mudah begitu saja percaya terhadap
keterangan-keterangan yang diberikan klien. Sikap tersebut disebut dengan
skeptisisme profesional auditor. Shaub dan Lawrence (1996). Diambil dari
kutipan “professional scepticism is a
choice to fulfill the professional auditor’s duty to prevent or reduce or
harmful consequences of another person’s behavior...”
Kee dan Knox (1970) menyatakan bahwa
skeptisisme profesional auditor dipengaruhi
oleh beberapa faktor :Kee dan Knox
(1970) menyatakan bahwa skeptisisme profesional auditor dipengaruhi oleh
beberapa faktor :
1.Faktor Kecondongan Etika
Sesuai
dengan Prinsip Etika Profesi dalam kode etik IAI yang mencakup aspek
kepercayaan, kecermatan, kejujuran, dan keandalan menjadi bukti bahwa
skeptisisme profesional sebagai auditor sangatlah penting untuk memenuhi
prinsip-prinsip : Tanggung jawab profesional, Kepentingan publik, Integritas,
objektifitas, Kompetensi dan kehati-hatian profesional, Kerahasiaan, Perilaku
profesional, dan Standar teknis. Sebagai seorang auditor, tuntutan kepercayaan
masyarakat atas mutu audit yang diberikan sangat tinggi, oleh karena itu etika
merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh auditor dalam melakukan tugasnya
sebagai pemberi opini atas laporan keuangan.
2.Pengalaman
Pengalaman audit adalah pengalaman auditor dalam melakukan
pemeriksaan laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, maupun banyaknya
penugasan yang pernah dilakukan. Butt (1988) memperlihatkan dalam penelitiannya
bahwa auditor yang
berpengalaman akan membuat judgment yang
relatif lebih baik dalam tugas-tugasnya.
Auditor dengan jam terbang lebih
banyak pasti sudah lebih berpengalaman bila dibandingkan dengan auditor yang
kurang berpengalaman. Libby dan Frederick (1990) menemukan bahwa semakin banyak
pengalaman auditor semakin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam
menjelaskan temuan audit. Oleh karena itu auditor yang lebih tinggi
pengalamannya akan lebih tinggi skeptisisme profesionalnya dibandingkan dengan
auditor yang berpengalaman.
3.Risiko Audit
Risiko audit adalah risiko auditor
tanpa sadar tidak melakukan modifikasi pendapat sebagaimana mestinya atas
laporan keuangan yang mengandung salah sajimaterial (SAS 47 (AU 312.02)). Seorang auditor tidak hanya harus mempertimbangkan
risiko audit untuk setiap saldo akun dan golongan transaksi saja, tetapi juga
setiap asersi yang relevan dengan saldo akun dan golongan transaksi yang
material. Factor risiko yang relevan dengan suatu asersi biasanya berbeda
dengan factor risiko yang relevan dengan asersi lainnya untuk saldo akun
atau golongan transaksi yang sama.
a.Risiko
bawaan (inherent risk )
Risiko bawaan adalah kerentanan
suatu asersi terhadap kemungkinan salah saji yang material, dengan asumsi tidak
terdapat pengendalian internal yang terkait. Penilaian terhadap risiko bawaan
meliputi evaluasi factor-faktor yang dapat menyebabkan salah saji pada suatu
asersi. Sebagai contoh, perhitunganyang rumit lebiih mungkin menimbulkan salah
saji dibandingkan dengan perhitungan sederhana.
b.Risiko
pengendalian (control
risk )
Risiko pengendalian adalah risiko
terjadinya salah saji yang material dalam suatu asersi yang tidak akan dapat
dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur pengendalian intern
entitas. Manajemen seringkali mengakui adanya risiko salah saji yang melekat
pada sistem Akuntansi, sehingga menajemen berusaha merancang struktur
pengendalian intern untuk mencegah,mendeteksi, dan mengoreksi salah saji
tersebut secara tepat waktu. Contohnya adalah ketika risiko salah saji yang
material untuk suatu asersi dapat dikurangi apabila auditor memiliki bukti
bahwa pengendalian intern atas asersi tersebut telah secara efektif dirancang
dan diterapkan dalam operasi.
c.Risiko
deteksi (detection
risk )
Risiko deteksi adalah risiko yang
timbul karena auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat
dalam suatu asersi. Setelah auditor membuat keputusan tentang risiko audit,
risiko bawaan, dan risiko pengendalian secara keseluruhan, maka ia dapat menggunakan
model risiko audit untuk membuat keputusan tentang bukti audit yang diperlukan
guna membatasi risiko sampai tingkat serendah mungkin. Saat ini, banyak
prosedur audit yang melibatkan penggunaan teknik audit dengan bantuan
computer sehingga auditor dapat menggunakan teknologi untk membuat audit lebih
efisien.
Pemberian Opini Auditor
Opini
audit merupakan opini yang diberikan oleh auditor tentang kewajaran penyajian
laporan keuangan perusahaan tempat auditor melakukan audit. Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI 2001) menyatakan bahwa laporan audit harus memuat suatu
pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu
asersi bahwa pernyataan demikian tidak diberikan. Jika pendapat secara
keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan,
maka alasannya harus dinyatakan.
Terdapat
lima pendapat yang mungkin diberikan oleh akuntan publik atas laporan keuangan
yang diauditnya (Mulyadi, 2002). Pendapat tersebut adalah :
o
Pendapat
Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion),
o
Pendapat
Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan (Unqualified Opinion Report
with Explanatory Language),
o
Wajar
dengan Pengecualian (Qualified Opinien),
o
tidak
Wajar (Adverse Opinion),
o
tidak
Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion).
Berdasarkan telaah pustaka di atas,
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H2a: Terdapat pengaruh positif
antara etika dengan ketepatan pemberian opini auditor melalui skeptisisme
profesional auditor.
H2b:Terdapat pengaruh positif antara
pengalaman audit dengan ketepatan pemberian opini auditor melalui skeptisisme
profesional auditor.
H2c:Terdapat pengaruh positif antara
keahlian dengan ketepatan pemberian opini auditor melalui skeptisisme
profesional auditor.
H2d:Terdapat pengaruh antara resiko
audit dengan ketepatan pemberian opini auditor melalui skeptisisme profesional
auditor.
II.
PEMBAHASAN
Hasil
penelitian ini memperlihatkan temuan mengenai pengaruh etika (ξ1),kompetensi (ξ2), pengalaman audit (ξ3) dan risiko audit (ξ4) terhadap skeptisisme
profesional auditor (η1)
sebagai berikut : secara parsial pengaruhnya kecil, secara simultan pengaruhnya
besar. Diantara keempat variabel tersebut di atas secara parsial pengaruh
risiko audit terhadap skeptisisme profesional auditor lebih besar dibandingkan
dengan pengaruh etika, kompetensi dan pengalaman audit terhadap skeptisisme
profesional auditor hal ini disebabkan karena auditor nampaknya takut terhadap
risiko audit yang akan ditanggung jika kelak terjadi kesalahan/kekeliruan dalam
melakukan audit. Sementara mereka tidak terlalu merisaukan dalam menghadapi
masalah etika, kompetensi dan pengalaman audit.
Hasil
penelitian berikutnya adalah mengenai pengaruh etika (ξ1), kompetensi (ξ2), pengalaman audit (ξ3), risiko audit (ξ4) dan skeptisisme profesional
auditor (η1)
terhadap ketepatan pemberian opini akuntan publik (η2) sebagai berikut : secara
parsial pengaruhnya kecil, secara simultan pengaruhnya besar. Diantara kelima
variabel tersebut diatas secara parsial pengaruh risiko audit dan skeptisisme
profesional auditor terhadap ketepatan pemberian opini akuntan publik lebih
besar dibandingkan dengan pengaruh etika, kompetensi dan pengalaman audit
terhadap ketepatan pemberian opini akuntan publik.
Dengan
demikian hasil penelitian penulis setuju dengan hasil penelitian yang
dikembangkan oleh Shaub & Laurence (1996) yang menyatakan bahwa skeptisisme
profesional auditor adalah fungsi dari :
1)
tingkat risiko;
2)
Kecondongan etika;
3)
DIT Score;
4)
pengalaman audit; dan
5)
sertifikat akuntan publik.
Implikasi
dari
hasil penelitian ini adalah bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas audit,
setiap auditor KAP harus senantiasa meningkatkan kesadaran etika, kompetensi,
pengalaman audit, memperhitungkan risiko audit serta meningkatkan skeptisisme profesional
auditor agar dapat memberikan opini yang tepat, yang pada gilirannya akan
meningkatkan integritas dan kredibilitas profesi akuntan publik.
III.
PENUTUP
Kesimpulan
Etika,
kompetensi, pengalaman audit dan risiko audit berpengaruh terhadap skeptisisme
profesional auditor baik secara parsial maupun secara simultan. Secara parsial
pengaruh etika, kompetensi, pengalaman audit dan risiko audit terhadap
skeptisisme profesional auditor kecil, namun secara simultan pengaruhnya cukup
besar. Ketika akuntan publik menegakan etika, memiliki kompetensi dan
pengalaman audit serta merencanakan risiko audit dengan baik, maka tingkat
skeptisisme profesional auditor akan semakin tinggi. Itu berarti, semakin
tinggi tingkat skeptis seorang auditor maka semakin baik pula opini auditor
yang akan diberikannya. Etika, kompetensi, pengalaman audit, risiko audit dan
skeptisisme professional auditor berpengaruh positif terhadap ketepatan
pemberian opini akuntan publik baik secara parsial maupun secara simultan.
Diantara kelima variabel tersebut risiko audit dan skeptisisme profesional
auditor mempunyai pengaruh yang besar terhadap ketepatan pemberian opini
akuntan publik. Hal ini mengandung makna bahwa risiko audit dan skeptisisme
professional auditor sangat berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini
akuntan publik.
Daftar
pustaka
Ikatan Akuntan Indonesia, 2001-2002, Directory Kantor
Akuntan Publik dan Akuntan Publik. Kompartemen Akuntan Publik bekerjasama
dengan Direktorat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai. Dirjen Lembaga Keuangan,
Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Libby, R., and D. Frederick. 1990:
Experience and the Ability to Explain Audit Findings.Journal of Accounting
Research 28 (2) : 348-367.
Butt J. L., 1988: Frequency Judgment
in an Auditing related task, Journal of Accounting Research 26 (Autumn) 315-30.
Kee, H.W, and R.E. Knox 1970:
Conceptual and methodological considerations in the study of trust and
suspicion. Journal of Conflict Resolution 14 : 357-366.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar